Memahami Yang Berbeda

Gambar : manusia, bayangan hitam, orang, cahaya, hitam dan putih ...
Diusia dewasa ini kita dituntut untuk menerima bahwa tidak semua yang ada di dunia ini berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan kita. Menerima bahwa setiap orang memiliki kepribadian berbeda yang terbentuk sejak ia kecil hingga sekarang. Tak ada yang tahu masalah apa yang dialami masing-masing individu dalam menjalani tahap perkembangannya, sehingga berpengaruh signifikan ketika ia beranjak dewasa bahkan ketika ia lansia. Tentang masa dimana ia terpuruk dan tak ada yang mendengarkannya, pun tak ada sosok model yang bisa ia contohi perilakunya. Dalam teori Psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud mengenai pikiran alam bawah sadar (unconscious) mengemukakan bahwa peristiwa yang tidak diinginkan dapat tersimpan di dalam untuk melindungi kecemasan atau emosi negatif yang tidak diharapkan kemunculannya dipermukaan atau dihadapan oranglain. Ketika peristiwa atau masalah tersebut belum pada fase mengikhlaskan atau memaafkan, maka akan muncul dalam bentuk perilaku yang lebih menakutkan ketika beranjak dewasa, yaitu sesuatu yang dibenci namun terkadang diulangi dikehidupan sendiri. Saya selalu yakin beberapa orang pernah merasakannya, sehingga merupakan salah satu alasan mengapa saya harus lebih memahami oranglain yang dianggap berbeda. Biasanya ketika lisan tak hentinya menyalahkan dan menolak hal yang dilakukan oranglain yang tidak sesuai dengan diri kita juga disebabkan karena kurangnya memposisikan diri sebagai oranglain atau pengalaman bahkan pekerjaan yang dijalani berbeda, sehingga  menghasilkan pemikiran dan ketidaksetujuan terhadap suatu peristiwa atau pendapat.
      Jadi teringat ketika menonton live youtube di salah satu komunitas dakwah, tentang mereka yang dipertemukan dengan berbagai karakter namun memiliki visi yang sama yaitu untuk menyebar kebaikan. Salah satu pendakwah yang ada disiaran tersebut mengatakan bahwa “kami juga pernah berselisih paham walaupun kita punya visi yang sama namun semenjak kami memegang prinsip manusia itu beda-beda, kamipun saling menghargai”. Sewaktu kuliahpun ketika masuk disalah satu organisasi dakwah kampus, salah satu senior berkata bahwa “kita bersyukur masuk di Fakultas Psikologi yang mempelajari manusia, sehingga kita bisa mendakwai setiap orang sesuai dengan kepribadiannya, nah kita gunakan itu biar pesan-pesan kebaikan cepat diterima oleh mereka, penelitian saja butuh metode masa dalam berdakwah disamaratakan”. Nah semakin ke sini, saya selalu yakin bahwa proses menerima oranglain yang tak sesuai dengan kepribadian kita berlangsung sepanjang perjalanan hidup, tak akan pernah selesai. Namun sebelum menerima bahwa “manusia itu beda-beda”, hal utama yang harus diketahui adalah “saya ini orangnya seperti apa?”. Kita tak akan pernah benar-benar memahami oranglain sebelum memahami diri sendiri secara utuh. Tentang tujuan hidup, harapan atau keinginan, tentang hal apa saja yang memancing kemarahan, tentang peristiwa masalalu yang dengannya diri belum bisa berdamai dan mengikhlaskan, value atau prinsip hidup yang kita yakini, atau berbagai hal yang ada pada diri yang menuntun kita untuk berperilaku. Dalam penelitian  Suparlan dengan judul Psikologi dan Kepribadian dalam Perspektif Al-Qur’an mengungkapkan bahwa kemampuan manusia untuk dapat menyeimbangkan kepribadian sangat dipengaruhi  oleh kemampuan hati, akal, dan nafs. Ketika hati manusia dalam kondisi sehat/qolbun salim akan dapat dengan mudah menangkap kekuatan ruh yang mendorong pada kebaikan.  Kemampuan hati akan lebih terarah jika akal manusiapun dapat bekerja dengan perimbangan matang dengan melibatkan kecerdasan spiritual, emosional dan logika intelgen yang benar.
       Dari berbagai hal di atas muncul suatu pertanyaan “pantaskah kita menganggapnya bersalah karena standar perilaku yang kita junjung tinggi tak sesuai dengan norma atau sudut pandang kita?”. Seringkali standar yang telah kita yakini selalu disamaratakan dengan oranglain, padahal kita dibentuk dari lingkungan yang berbeda. Saya selalu memegang prinsip ketika dipertemukan dengan orang yang berbeda pemikiran atau bahkan berbeda kepribadian secara total dengan saya, bahwa “memahami belum tentu menyetujui”,  karena menyetujui adalah hal yang konteksnya berbeda. Pun jangan pernah melihat atau menilai manusia atas dasar hitam-putih saja, terkadang kita bisa melihat sesuatu dengan warna yang lain, abu-abu misalnya. Cukup sekian opini, sedikit hasil penelitian, dan sharing pengalaman hari ini, salam hangat dariku yang sementara belajar memahami bahwa “manusia itu beda-beda”.

Komentar